DIAN WAHYU KUSUMA
SEKRETARIS Jenderal PBB Antonio Guterres mengutuk keras tindakan militer yang menahan para pemimpin Myanmar dalam kudeta, termasuk pemimpin de facto Aung San Suu Kyi.
“Sekretaris Jenderal mengutuk keras penahanan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan para pemimpin politik lain menjelang sidang pembukaan parlemen baru Myanmar,” kata juru bicara Stephane Dujarric dalam sebuah pernyataan.
“Perkembangan ini merupakan pukulan serius bagi reformasi demokrasi di Myanmar,” ujarnya.
Stephane mengatakan pemilu pada November telah memberikan Liga Nasional untuk Demokrasi mandat yang kuat. “Mencerminkan keinginan yang jelas dari rakyat Myanmar untuk melanjutkan jalan reformasi demokrasi yang diperoleh dengan susah payah,” katanya.
Pernyataan itu menyerukan kepada militer untuk menghormati keinginan rakyat dan mematuhi norma-norma demokrasi.
Perbedaan apa pun harus diselesaikan melalui dialog yang damai. “Semua pemimpin harus bertindak demi kepentingan yang lebih besar dari reformasi demokrasi Myanmar, terlibat dalam dialog yang bermakna, menahan diri dari kekerasan, dan sepenuhnya menghormati hak asasi manusia dan kebebasan fundamental,” kata pernyataan itu.
Sementara itu, koneksi internet di sejumlah wilayah di Myanmar sempat mengalami gangguan saat terjadi penahanan Aung San Suu Kyi dan sejumlah petinggi lainnya pada Senin (1/2). Berdasar pada laporan laman pemantau internet Netblocks konektivitas internet down atau turun menjadi 75 persen dari biasa sejak pukul 03.00 pagi waktu setempat.
Netblocks mengklaim penurunan konektivitas ini disengaja di tengah kudeta yang dilakukan militer Myanmar karena data menunjukkan konektivitas terus turun sampai 50 persen pada pukul 08.00 pagi waktu setempat.
“Pola gangguan menunjukkan perintah pemadaman telekomunikasi yang dikeluarkan secara terpusat,” bunyi laporan Netblocks dikutip dari akun media sosial resmi mereka @netblocks, Senin (1/2).
Data teknis menunjukkan penurunan konektivitas beberapa operator jaringan. Termasuk Myanmar Post and Telecommunications (MPT) milik negara dan operator internasional Telenor.
Dalam laporannya, Netblocks mengungkapkan temuan awal menunjukkan gangguan layanan seluler dan beberapa layanan telepon. Temuan tersebut juga menunjukkan data di lapangan pengguna tidak bisa online dan kehilangan konektivitas telepon.
Dasar Hukum
Wakil Direktur Regional untuk Kampanye Amnesty International Ming Yu Hah mengatakan penangkapan Aung San Suu Kyi, pejabat senior, dan tokoh politik lainnya sangat mengkhawatirkan. Mereka, katanya, harus segera dibebaskan, kecuali mereka yang ditahan dapat dituntut dengan tindak pidana yang diakui berdasarkan hukum internasional.
Militer Myanmar, ujarnya, harus mengklarifikasi atas dasar hukum apa mereka ditahan.
Pihak militer juga harus menjamin hak-hak mereka yang ditangkap dihormati sepenuhnya, termasuk menentang perlakuan buruk dan mereka yang ditangkap memiliki akses ke pengacara dan keluarga mereka.
Menurutnya, kondisi ini adalah momen yang tidak menyenangkan bagi orang-orang di Myanmar dan mengancam represi dan impunitas militer yang makin parah.
“Penangkapan aktivis politik terkemuka dan pembela hak asasi manusia secara bersamaan mengirimkan pesan mengerikan bahwa otoritas militer tidak akan menoleransi perbedaan pendapat apa pun di tengah peristiwa yang sedang berlangsung hari ini,” ujarnya.
Kudeta dan tindakan keras militer sebelumnya di Myanmar, ujarnya, telah menyebabkan kekerasan skala besar dan pembunuhan di luar hukum oleh pasukan keamanan.
“Kami mendesak angkatan bersenjata untuk menahan diri, mematuhi hak asasi manusia internasional, dan hukum humaniter,” katanya.
Terkait adanya pemadaman telekomunikasi, Ming Yu Hah pun meminta layanan telepon dan internet segera dipulihkan.
Laporan pemadaman tersebut, katanya, menimbulkan ancaman lebih lanjut bagi penduduk pada waktu yang tidak menentu, terutama saat Myanmar tengah memerangi pandemi dan konflik internal melawan kelompok bersenjata menempatkan warga sipil dalam risiko di beberapa bagian negara. (MI/MEDCOM/R4)