JUWANTORO
HARGA sejumlah kebutuhan bumbu dapur, seperti cabai rawit, di Kalianda, Lampung Selatan, merangkak naik. Kini bumbu pemedas itu harganya mencapai Rp80 ribu per kilogram.
Nur (40), seorang pembeli di pasar tradisional Sukaraja, Kecamatan Palas, mengatakan untuk harga cabai merah kini mencapai Rp48 ribu/kg semula Rp40 ribu/kg dan bawang merah dari Rp28 ribu/kg menjadi Rp32 ribu/kg. Sementara itu, cabai rawit kini dijual Rp80 ribu/kg.
“Kendati harga bumbu masak naik, barang tetap tersedia di pedagang pengecer di Pasar Sukaraja,” ujarnya, Selasa (23/2).
Pembeli lainnya, Aldin mengungkapkan hal yang sama. Menurut dia, meski harga bumbu masak mulai naik, barang tetap ada. “Ya, kami khawatirkan jika barangnya tidak ada. Tapi, saat ini barang masih tersedia di tingkat pedagang pengecer,” kata pedagang satai keliling itu.
Sementara itu, Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperind) Lampung Selatan membenarkan kenaikan harga bumbu masak, seperti cabai rawit, di Kalianda tersebut. “Setahu saya, untuk bumbu masak yang kini naik cukup tinggi, yakni cabai rawit,” kata Gita, pegawai Disdagperind Lamsel.
Sawit
Sementara itu, harga tandan buah segar (TBS) sawit di Kecamatan Sragi, Lampung Selatan, selama pandemi Covid-19 membaik. Naiknya harga telah berlangsung enam bulan terakhir.
Salah satu pengusaha sawit di Kecamatan Sragi, Kodri, mengatakan sejak enam bulan terakhir harga TBS sawit di wilayah itu di tingkat petani mencapai Rp1.475 per kilogram. Padahal, sebelumnya hanya Rp600—Rp700/kg.
“Dari Juli, harga sawit yang jatuh hingga Rp600—Rp700/kg kini sudah di angka Rp1.475. Kenaikan ini berlangsung perlahan, kadang Rp30, kadang Rp50,” kata dia di kediamannya, kemarin.
Namun, anggota Komisi II DPRD Lampung Selatan ini mengatakan kenaikan harga sawit iru bukan karena pengaruh pandemi Covid-19. Kenaikan karena merosotnya jumlah produksi perkebunan sawit di Kecamatan Sragi.
“Hasil panen petani yang tidak begitu banyak. Biasanya dalam satu hektare menghasilkan 1,5 ton TBS sawit, kini hanya 150 kilogram setiap panen selama dua pekan sekali,” katanya.
Belum lagi, kata Kodri, petani menebang dan mengalihfungsikan sekitar 90 persen perkebunan sawit di Sragi menjadi kebun jagung. Sebab, sejak 2014 petani kerap terpukul dengan harga sawit yang selalu anjlok.
Sementara itu, salah satu petani sawit di Sragi, Darmawan (56), bersyukur harga TBS sawit selama beberapa bulan terakhir naik. Sebab, selama ini petani sawit tidak bergairah lantaran harga merosot.
“Alhamdulillah, saat ini harga sawit bertahan di atas seribu rupiah. Selama ini petani hanya menjual di bawah seribu rupiah. Tapi, memang sekarang hasil produksi tidak begitu banyak. Banyak yang enggak berbuah atau mungkin usia sawitnya sudah tua,” kata dia. (SYA/D1)
juwantoro@lampungpost.id