INDONESIA bertansformasi menjadi negara pengekspor barang berteknologi tinggi. Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan top ten produk ekspor nonmigas Indonesia nilainya hampir 60% total ekspor selama 2020. Dari 10 yang terbaik ada tiga barang yang bertransformasi dengan baik, yakni ekspor kelapa sawit, kedua batu bara dan besi baja. Kemudian, ekspor komoditas mesin dan peralatan elektronik (HS85) juga meningkat selama pandemi.
Sementara itu, nilai ekspor kendaraan bermotor turun menjadi 6,6 miliar dolar AS pada 2020.
Sementara dilihat dari berbagai indikator seperti ekspor besi baja Indonesia senilai 11 miliar dolar AS dengan permintaan secara tahunan (yoy) hampir 50% selama 2020. “Pada 2020 saya bisa garis bawahi Indonesia bukan lagi pengekspor barang mentah dan setengah jadi, tapi kita bertransformasi menjual barang industri berteknologi tinggi. Ini bakal menjadi primadona kita ke depannya,” ujar Lutfi dalam acara Media Group News Summit, How To Accelerate Economic Growth secara virtual, Rabu (27/1).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan instrumen fiskal negara bekerja ekstra untuk menangani pandemi, membantu masyarakat terdampak, dan memulihkan ekonomi nasional.
APBN mau tidak mau didesain sebagai senjata melawan pelemahan akibat pandemi. Realisasi penerimaan negara pada 2020 tercatat mencapai Rp1.070 triliun dan belanja negara mencapai Rp2.589 triliun. Dus, terjadi defisit anggaran hingga 6,09% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Defisit tersebut meningkat signifikan dari yang ditetapkan pemerintah dalam penyusunan awal APBN 2020 kala pandemi belum merebak di kisaran 1,7%. Namun pelebaran itu dinilai cukup moderat dan lebih baik ketimbang yang dilakukan negara-negara lain. “Defisit sebesar 6,1% relatif lebih modest dibanding dengan negara-negara lain yang mengalami tekanan jauh lebih berat,” ujar Sri Mulyani.
Naiknya defisit anggaran tiap negara berimplikasi pada rasio utang masing-masing negara. Indonesia masih dalam posisi yang lebih baik ketimbang negara-negara lain. (MI/E1)