SALDA ANDALA
SIKAP sejumlah partai politik soal tarik-ulur jadwal Pilkada berikutnya berubah usai Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumpulkan parpol pendukungnya membahas wacana revisi UU Pemilu pada Kamis (28/1).
Dari 9 Fraksi yang ada di DPR 6 fraksi mendukung Pilkada 2024 dan tiga fraksi tetap ingin pilkada digelar pada tahun 2022. Tiga partai yang ingin pilkada tetap digelar tahun 2022, yakni NasDem, PKS, dan Partai Demokrat (PD). Ketiganya mendukung adanya normalisasi UU Pemilu.
Sementara itu 6 fraksi yang mendukung pilkada digelar 2024 diantaranya Golkar, Gerindra, PDIP, PKB, PPP dan PAN.
Sikap NasDem tidak berubah setelah Presiden Jokowi mengumpulkan mantan jubir TKN. NasDem tetap konsisten mendukung pilkada 2022 karena mempertimbangkan kemaslahatan orang banyak. NasDem khawatir akan ada banyak kegaduhan dalam rangkaian penyelenggaraan pemilu serentak tersebut. NasDem juga mengatakan akan banyak anggaran yang keluar jika pemilu dilaksanakan secara serentak.
“Jadi kita bisa bayangkan di 2024 itu tidak ada urusan pemerintah, urusan rakyat itu nggak ada lagi, karena semua habis energi kita bicara hanya pilpres, pileg, sampai pilkada jadi begitu banyak persoalan nanti. Terus berapa banyak biaya nanti untuk melaksanakan agenda politik tersebut, terus keterbatasan sumber daya negara penyelenggaraan,” ujar Waketum NasDem, Ahmad Ali, ketika dihubungi, Minggu (31/1).
“karena semua habis energi kita bicara hanya pilpres, pileg, sampai pilkada jadi begitu banyak persoalan nanti.”
Sementara itu PKS yang mendukung pilkada 2022 sejak awal menilai daerah butuh pemimpin yang bisa membuat wilayah kondusif di tengah masa pandemi ini. Oleh karena itu, PKS sepakat pilkada digelar 2022, agar tidak ada kekosongan pemimpin di suatu wilayah.
Tidak Sehat
Kemudian, PD berpandangan pilkada serentak 2024 akan memberatkan anggaran dan kerja penyelenggara pemilu. PD juga menilai demokrasi yang tidak sehat jika suatu wilayah dipimpin penanggung jawab dalam waktu yang lama.
“Kami tetap mendorong adanya pilkada 2022 dan 2023 sebagai bagian dari siklus 5 tahun demokrasi kita, kalau tidak ada pilkada berarti semua jabatan bupati dan gubernur akan diisi oleh PJ yang akan bekerja cukup lama. Ini kurang sehat untuk demokrasi kita, juga untuk program pembangunan di daerah. Lagi pula kalau semuanya ditumpuk di 2024 meskipun berbeda bulannya akan memberat anggaran, penyelenggaraan juga kejenuhan pemilih,” kata Legislator asal Lampung Marwan Cik Asan.
Sementara itu Waketum PPP, Arsul Sani mengatakan Presiden Jokowi mengundang para eks jubir TKN dalam rangka melakukan pertemuan rutin. Menurutnya, pertemuan itu dihadiri oleh 15 orang dari PDI Perjuangan, PPP, Golkar, NasDem, PKB, dan Hanura. Arsul mengatakan Presiden Jokowi meminta agar para parpol di parlemen benar-benar mempertimbangkan soal revisi UU Pemilu. Terlebih, di tengah pandemi COVID-19 masih banyak persoalan yang masih belum benar-benar pulih.
Menurut Arsul, Presiden Jokowi ingin setiap parpol serius memikirkan segala kepentingan terkait pelaksanaan pilkada. Jokowi, dikatakan Arsul, ingin setiap partai memerhatikan manfaat dan mudarat jika pilkada digelar lebih cepat dari UU Pemilu saat ini.
“Jadi intinya Presiden meminta agar dikaji betul dari berbagai kepentingan, tentunya kepentingan bangsa dan negara, manfaat dan mudaratnya ada Pilkada lagi yang lebih cepat dari pada yang sudah ditetapkan dalam UU yakni akhir tahun 2024,” ujarnya. (MI/K1)
salda@lampungpost.co.id