PERGANTIAN kepala daerah jangan sampai menimbulkan kegaduhan agar harmonisasi birokrasi dapat berjalan sehingga tidak mengganggu jalannya roda pemerintah ke depannya. Semua pihak harus menghormati keputusan terkait terpilihnya kepala daerah baru.
“Kalau buat manuver-manuver yang tidak mendasar dan tekanan seperti mau menghabisi dalam tanda petik lebih baik jangan terjadi. Hal itu tentunya nanti menimbulkan konflik terhadap kepala daerah yang baru,” kata pengamat kebijakan publik Dedy Hermawan, Senin (25/1).
Selain itu, jangan mengambil keputusan yang kontroversial dan lebih bijak untuk menghormati dan memperhatikan aspek legal. Intinya, jangan sampai kemudian terjadi pertentangan yang bisa menimbulkan kegaduhan.
“Yang pertama secara normatif aman dulu. Itu artinya tindakan kepala daerah ada dasar hukumnya, seperti mengganti sekkab kan enggak sembarang, harus dua tahun. Kalau tidak mengikuti ketentuan, nanti timbul konflik yang bisa membuat kondisi tidak kondusif,” katanya.
Dia menambahkan kepala daerah yang baru pun harus bisa beradaptasi terhadap pemerintahan dengan secara perlahan belajar segala aspek bidang. “Kepala daerah yang baru harus melakukan adaptasi perkenalan serta mengakrabkan diri dengan lingkungan supaya tidak terkesan serbainstan, terburu-buru masuk pemerintahan. Pelajari semua aspek, ajak diskusi apa yang perlu pembenahan dan melakukan apa,” katanya.
Kemudian, harus tetap menjaga kondisi kondusif pasca-pilkada agar tercipta harmonisasi birokrasi sehingga roda pemeritahan tetap berjalan tanpa adanya kegaduhan.
Ada Batasan
Sementara itu, pengamat hukum tata negara Budiyono menambahkan undang-undang telah memberikan batasan terhadap kepala daerah di akhir masa jabatan (AMJ) agar tidak menimbulkan kegaduhan. Selama pemerintah daerah mengikuti aturan tersebut, maka situasi kondusif pasca-pilkada tetap terjaga dan tidak ada perubahan yang drastis.
“Saya kira begini, APBD 2021 sudah ketok palu. Artinya, kebijakan pemerintahan yang baru tidak akan banyak berubah dan sesuai dengan kesepakatan kepala daerah sebelumnya dengan DPRD setempat,” katanya.
Dia mencontohkan perombakan ASN, yakni enam bulan setelah pelantikan. Artinya, UU sudah memberikan batasan ataupun pedoman untuk tidak melakukan hal-hal yang sifatnya membuat gaduh atau riuh dalam roda pemerintahan di birokrasi maupun anggaran.
“Jadi menurut saya, mengenai kebijakan terutama penanganan Covid-19 akan seperti itu sama dengan penetapan atau yang DPRD dan kepala daerah sebelumnya setujui,” kata dia. (CR2/D1)