SEJUMLAH petani di Lampung, salah satunya di sentral padi Kecamatan Palas, Lampung Selatan, kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi jenis urea dan NPK di tengah tanaman padinya sudah harus mendapat pupuk pertama. Bahkan, kios yang menjadi penyalur pupuk subsidi tidak memiliki stok.
“Sudah beberapa hari ini saya bolak balik ke kios yang menjadi penyalur pupuk bersubsidi di desa kami. Tapi, hingga saat ini stoknya belum ada. Padahal, tanaman padi sudah waktunya mendapat pupuk pertama,” kata Ketua Kelompok Tani Karya Tani Desa Pematangbaru, Ramli, akhir pekan lalu.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Holtikultura, Kusnardi, mengatakan pemerintah melakukan langkah antisipatif terhadap efektivitas subsidi pupuk saat ini.
“Kami terus menyiapkan sarana dan prasarana untuk mengantisipasi harga pupuk naik sehingga petani tidak lagi khawatir. Hal-hal ini kami pikirkan dengan matang, lagi pula stok pupuk yang ada masih tersedia,” katanya, Minggu (7/2).
Terkait masih banyaknya petani mengeluh tidak mendapatkan pupuk bersubsidi produksi PT Petrokimia Gresik, staf perwakilan daerah penjualan (SPDP) PT Petrokimia Gresik Lampung, Dicky Rahendra, justru menyarankan petani memakai pupuk nonsubsidi. Dia menyebutkan stok pupuk nonsubsidi untuk ZA mencapai 55 ton dan Phonska Plus 822,4 ton.
“Sampai sekarang masih banyak petani yang belum tergabung dalam kelompok tani dan tidak memiliki e-RDKK sehingga kios pengecer juga tidak bisa menyalurkan pupuk. Sebab, dasar penyaluran pupuk bersubsidi adalah e-RDKK,” katanya.
Panggil Dinas Terkait
Sementara itu, DPRD Lampung, hari ini (8/2) akan memanggil dinas terkait untuk mendengar kendala terkait pupuk subsidi dan nonsubsidi. “Untuk lebih jelas terkait permasalahan tersebut, kami mengundang PT Pupuk Sriwijaya (Pusri), PT Petrokimia, dan dinas terkait apa sih kendalanya, apa ada distributor yang tidak mampu menebusnya. Jangan sampai masalah ini merugikan para petani,” ujar Sekretaris Komisi II DPRD Lampung I Made Bagiasa, kemarin.
Dia menjelaskan jika ada masyarakat di suatu daerah lebih memilih pupuk nonsubsidi daripada subsidi karena kualitasnya, itu merupakan hak mereka untuk memilih.
“Sesuai dengan kontur tanahnya kami tidak bisa memaksakan. Nah ada pupuk subsidi dan nonsubsidi, seperti urea, bergantung kemampuan masing-masing masyarakat,” katanya.
Kemudian ada mekanisme penyaluran pupuk. “Kan ada mekanismenya, distributor itu kirim uang dulu ke pabrik, baru ada pengiriman. Baru kemudian dari distributor ke pengecer sehingga sekarang enggak bisa utang-utang lagi,” katanya. (SYA/CR2/CK2/D1)