UMAR ROBBANI
PEMERINTAH berencana membuat undang-undang konvergensi media. Aturan itu bakal jadi payung hukum bagi keberlangsungan perusahaan pers. Guru Besar Ilmu Komunikasi UIN Lampung, Prof Dr Khomsarial Romli menjelaskan saat ini teknologi berkembang sangat pesat. Hal itu membuat masyarakat mulai meninggalkan media konvensional seperti koran cetak. Menurutnya, penting meneguhkan konvergensi media dengan payung hukum. Dengan begitu, perusahaan media mampu bertahan di tengah perkembangan arus informasi.
“Jadi penting ada UU konvergensi media agar media profesional bisa terus bertahan,” kata dia kepada Lampung Post, Kamis (4/2).
Menurut dia, keberlangsungan media mainstream perlu dipersiapkan agar tetap eksis pada masa mendatang. Sehingga masyarakat tetap bisa mendapatkan akses informasi yang valid. Menurutnya, perkembangan teknologi membuat arus informasi tidak bisa terbendung. Hal itu membuat berita bohong mudah tersebar di masyarakat.
“Banyak pengamat memprediksi media konvensional seperti koran tidak lagi dilirik masyarakat pada 2040,” ujar dia.
Sudah Diadopsi
Sementara itu, pengamat pendidikan Unila, Prof Sudjarwo, mengatakan konvergensi media sudah harus diadopsi dalam kurikulum dunia pendidikan khususnya bidang ilmu komunikasi atau jurnalistik.
Menurut dia, rencana Pemerintah Pusat yang akan mengeluarkan UU konvergensi media itu termasuk lambat. Padahal fenomena disrupsi informasi akibat kemajuan teknologi sudah terjadi sejak lama. Seharusnya pemerintah dan perusahaan media massa mempersiapkannya sejak lama.
“Lampung Post memiliki gagasan itu sepuluh tahun lalu, dan menjadi disertasi Pemimpin Redaksi Iskandar Zulkarnain pada 2018 lalu tentang pendidikan karakter,” katanya.
Akademisi FKIP Unila itu mengatakan konsep tersebut harusnya sudah diterapkan saat ini. Sehingga media mampu menjaga keberlangsungannya untuk eksis.
“Media lain belum memikirkan diversifikasi, Lampung Post sudah memikirkannya sejak 2018,” ujarnya.
“Pemimpin redaksi harusnya dipanggil untuk menjadi pembicara nasional menjelaskan hasil disertasinya,” ujarnya.
Untuk diketahui, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) bersama dengan Kemenkumham menggelar webinar dengan tema Regulasi negara dalam menjaga keberlangsungan media mainstream di era disrupsi medsos, Kamis (4/2).
Webinar tersebut digelar dalam rangkaian Hari Pers Nasional (HPN) 2021. Dalam sambutannya, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Atal S Depari mengatakan media konvensional, khususnya media cetak, mulai mengalami krisis ekonomi dan juga krisis akut. Penyebabnya, disrupsi digital dan tekanan muncul dari penetrasi perusahaan yang mengedepankan performa dan lainnya.
“Jadi penting ada UU konvergensi media agar media profesional bisa terus bertahan.”
“Perkembangan pesat media sosial, mesin pencari dan e–commerce, memberi guncangan dahsyat sekali, terhadap daya hidup media konvensional. Satu dua media mulai rontok, kalau ekonomi tetap begini, krisis berlanjut, saya enggak bisa pikir apakah media bisa hidup lama lagi,” kata dia.
Menurut dia, harus ada kebijakan atau kerja sama berbasis win-win solution antara media konvensional dan raksasa media sosial seperti Google, Facebook, dan lainnya.
“Perlu dirumuskan aturan main yang transparan, antara platfrom digital dan penerbit media. Harus diperkuat dengan payung hukum yang tegas, negara harus hadir dengan regulasi,” ujar dia.
Sementara itu, Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan perlu adanya regulasi yang berimbang terhadap perkembangan media pers di tengah gencarnya perkembangan media sosial. Salah satunya membuat regulasi tentang konvergensi media.
Meski terdapat kendala karena konvergensi media tidak masuk Program Leglislasi Nasional (Prolegnas) selama lima tahun ke depan. Namun jika mendesak, bisa dilakukan evaluasi pada pertengahan tahun. “Kewenangan (legislasi) juga ada di Komisi I DPR, negara sebenarnya diuntungkan dengan adanya konvergensi namun harus ada regulasi,” katanya. (RUL/K1)
umar@lampungpost.co.id