UMAR ROBANI
PAKAR Epideomologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas Makassar Prof Ridwan Amiruddin khawatir Pemilihan Kepala Daerah dan libur panjang pergantian tahun 2020-2021 bisa memicu lonjakan kasus Covid-19. Sebab itu, perlu formula untuk mencegah terjadinya lonjakan kasus.
“Jadi ini dua agenda yang kami sedikit khawatirkan, jangan sampai ada pemicunya dan terjadi klaster baru di libur panjang dan Pilkada awal Desember,” katanya di Makassar, Senin (23/11).
Hal tersebut bukan tanpa alasan, pertumbuhan kasus Covid-19 yang fluktuatif dinilai masih sangat rawan dan berpotensi terjadinya lonjakan kasus, terlebih jika masyarakat abai terhadap protokol kesehatan.
Saat ini, kata dia, klaster libur panjang pada Oktober lalu sudah terlihat. Akibatnya angka positivity rate yang sebelumnya di angka 3 persen, sekarang naik menjadi 11 persen.
“Satu pekan terakhir ada kecenderungan meningkat sedikit,meski tidak terlalu signifikan. Itu akumulasi dari liburan yang panjang, akumulasi klaster keluarga, dan kantor,” katanya.
Ia menegaskan, Covid-19 hanya bisa diatasi dengan disiplin Covid-19 yakni melalui gerakan 3M, memakai masker, mencuci tangan menggunakan sabun dan menjaga jarak.
“Jadi kami dari Satgas sangat mengharapkan pada paslon (pasangan calon), KPU maupun Bawaslu tetap disiplin protokol kesehatan dalam setiap tahapan Pilkada sehingga kita tidak menjadi pemicu untuk peningkatan kasus di wilayah kita,” tegas dia.
Vaksinasi Kompeten
Secara terpisah, Pakar imunisasi dr Jane Soepardi, MPH menekankan penyelenggara vaksinasi Covid-19 harus pihak yang betul betul-betul kompeten dan profesional di bidangnya agar tidak terjadi kesalahan di lapangan.
“Kalau tidak punya pengalaman sebelumnya, ini akan gawat,” kata Jane saat diskusi daring dengan tema “Tata Laksana Vaksinasi di Indonesia” yang dipantau di Jakarta, Senin (23/11).
Hal tersebut ditekankan terutama kepada penyelenggara vaksinasi di daerah. Sebab, jangan sampai adanya kebijakan mutasi mengakibatkan tenaga kesehatan yang akan melakukan vaksinasi tidak berkompeten menjalankan pekerjaannya.
“Jangan sampai orang yang tidak mengerti sama sekali untuk pengadaan kampanye imunisasi diberi tugas memimpin kampanye vaksinasi Covid-19,” kata dr Jane.
Ia mengatakan pemberian imunisasi tidak boleh asal-asalan diberikan kepada seseorang karena menyangkut keselamatan jiwa.
Secara pribadi, dr Jane mengaku telah melaksanakan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio sekitar 20 kali ditambah dengan kejadian luar biasa polio di Afrika Barat.
Pada waktu itu, pemerintah sampai tujuh kali melaksanakan PIN Polio. Tahapan kedua kalinya, dr Jane merasa percaya diri karena telah memiliki pengalaman di fase pertama.
Namun, kenyataannya di setiap penyelenggaraan imunisasi massal selalu ada masalah baru. Oleh sebab itu, orang yang bekerja di lapangan harus betul-betul profesional dan memiliki pengalaman guna mengurangi risiko.
Ia menambahkan apabila Indonesia sudah siap melaksanakan vaksinasi Covid-19 secara massal, maka terdapat beberapa hal yang mesti disiapkan. Pertama, masyarakat yang akan divaksin harus terkoordinir dengan baik.
“Kedua, memasang tanda-tanda tempat imunisasi. Itu pengalaman sebelumnya,” ujarnya.
Dalam hal tersebut peran para kader vaksin di tiap-tiap desa maupun kelurahan penting sekali untuk memandu masyarakat yang akan divaksin. (ANT/S1)
umar@lampungpost.co.id