Imam Nur Suharno
Penulis Buku Keluarga Samara dan Kepala HRD-Personalia Pondok Pesantren Husnul Khotimah Kuningan, Jawa Barat
SEJAK adanya pandemi covid-19 Maret 2020, perceraian dalam rumah tangga mengalami peningkatan cukup tinggi. Beberapa waktu lalu, media sosial Instagram sempat diramaikan video yang memperlihatkan antrean orang yang sedang mengajukan pendaftaran gugatan cerai ke pengadilan agama.
Hal itu tentu memprihatinkan banyak pihak. Pasalnya, kekokohan keluarga dapat memengaruhi kekokohan bangsa. Bangsa yang kokoh itu bermula dari keluarga-keluarga yang kokoh. Jelas bisa dikatakan, rapuhnya bangsa bermula dari rapuhnya tatanan keluarga. Harta yang paling berharga adalah keluarga. Istana yang paling indah adalah keluarga. Puisi yang paling bermakna adalah keluarga. Mutiara tiada tara adalah keluarga. Itulah sebagian lirik lagu yang tidak asing lagi di telinga.
Lagu yang menjadi OST film Keluarga Cemara itu telah menginspirasi kita. Apalah artinya harta yang melimpah dan jabatan yang tinggi jika keluarga berantakan. Maka itu, sesibuk apa pun kita hendaknya tetap memperhatikan urusan keluarga supaya tidak terjadi penyesalan di kemudian hari. Keberadaan keluarga turut memberikan pengaruh besar dalam kehidupan yang lebih luas, misalnya, dalam urusan pekerjaan. Hasil penelitian yang dilakukan Frone dan Cooper (1994) menyimpulkan bahwa kepuasan keluarga memengaruhi secara positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja.
Hal yang sama dibuktikan oleh Meyer dan Allen (1991), bahwa para pekerja cenderung lebih produktif jika mereka dapat menyeimbangkan peran kerja dan keluarga. Dengan demikian, dapat dikatakan, keluarga itu merupakan karier terbaik kita sehingga keberhasilan dalam bidang apa pun selalu dipengaruhi keberhasilan kita dalam membangun kehidupan keluarga.
Miniatur Bangsa
Dalam kurun waktu lebih dari 30 tahun yang melibatkan 200 peneliti, lebih dari 65 penelitian, lebih dari 3.000 anggota keluarga, lebih dari 40 negara di seluruh benua, John DeFrain dan tim menyimpulkan bahwa keluarga tangguh (strong family) adalah keluarga yang saling mencintai dan saling peduli satu sama lain. Keluarga yang saling terhubung dan bergantung satu dengan yang lain, memiliki waktu berkualitas bersama pasangan, memiliki komitmen yang kuat, serta saling memberikan apresiasi dan afeksi.
Semua urusan di dunia ini bermula atau berakhir di keluarga. Tidak semua keluarga kuat, tetapi semua keluarga memiliki kekuatan. Segala yang terjadi padamu, terjadi pula padaku. Hubungan yang kuat antara pasangan merupakan sentral di banyak keluarga. Keluarga yang kuat cenderung menghasilkan generasi yang kuat. Jika Anda besar di dalam keluarga yang kuat, akan lebih mudah bagi Anda untuk membentuk keluarga yang kuat di masa dewasa dan keluarga yang kuat tidak banyak berpikir mengenai kekuatannya, mereka hidup bersamanya.
Hal itu menegaskan semua bermula dari keluarga. Keluarga merupakan miniatur suatu bangsa. Jika keluarga baik, bangsa akan menjadi baik. Jika keluarga rusak, menjadi rusak pula bangsa. Maka itu, diperlukan upaya untuk memperkokoh ketahanan keluarga. Untuk membangun ketahanan keluarga agar tetap kokoh dimulai dengan mencanangkan visi dan misi yang jelas dan terukur. Keberhasilan membangun keluarga (di dunia) akan menjadi jembatan kokohnya bangunan keluarga hingga di surga (QS At-Thur [52]: 21).
Visi keluarga itu adalah terwujudnya keluarga surga di dunia dan surga di akhirat (QS Al-Baqarah [2]: 201). Misinya, membangun dan mengembangkan eksistensi manusia (QS An-Nisa [4]: 1); adanya fungsi tarbiah (pendidikan) (QS At-Tahrim [66]: 6); dan menjalankan peran dakwah dan kepemimpinan umat (QS Al-Furqon [25]: 74).
Kemudian, ditopang pilar pembangunan ketahanan keluarga agar tetap kuat. Pertama, tegak di atas landasan ibadah. Keluarga yang kuat dibangun dalam rangka ibadah kepada Allah. Kelak, jika terjadi permasalahan keluarga akan mudah menyelesaikannya karena semua telah tunduk kepada ketentuan-Nya.
Kedua, internalisasi nilai-nilai Islam. Internalisasi nilai-nilai Islam secara menyeluruh harus terjadi dalam diri setiap anggota keluarga sehingga mereka selalu komitmen terhadap adab-adab islami. Keluarga dituntut menyediakan sarana tarbiah (pendidikan) yang memadai agar proses belajar, menyerap nilai dan ilmu, serta teraplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga, keteladanan. Keteladanan nyata dari sekumpulan adab Islam yang hendaknya diterapkan. Orang tua memiliki posisi penting dalam hal ini, sebelum memerintahkan kebaikan dan melarang kemungkaran kepada anggota keluarga, harus memberi teladan yang baik.
Keempat, setiap anggota diposisikan sesuai aturan Islam. Islam telah memberikan hak dan kewajiban bagi setiap anggota keluarga secara tepat dan manusiawi. Apabila hal ini ditepati, akan mengantarkan kepada kebaikan di dunia dan di akhirat.
Kelima, membiasakan ta’awun (kerja sama) menegakkan adab Islam dalam keluarga. Betapa sulit membentuk suasana islami jika kerja sama dalam keluarga tidak terwujud. Ta’awun ini hendaknya diinternalisasikan dan diimplementasikan dalam keluarga agar tercipta kehidupan keluarga yang harmonis. Jika pilar dalam keluarga tetap kokoh, meski dalam pandemi covid-19, akan tetap kokoh pula pilar pembangunan bangsa.