Rudi Natmiharja
Akademisi FH Universitas Lampung
SEJAK masuk ke Indonesia, hingga kini virus korona sudah menjangkit 5.923 penduduk Indonesia. Dari jumlah itu, sebanyak 520 orang atau sekitar 8,8%-nya meninggal dunia.
Karena sifatnya yang mematikan, korona sudah mengkhawatirkan seluruh masyarakat internasional. Negara maju dalam bidang teknologi dan kesehatan seperti Jerman, AS, dan Prancis pun kewalahan menghadapi Covid-19 ini.
Meningkatnya korban Covid-19 setiap harinya menggerakkan WHO untuk mengambil tindakan dengan memberikan arahan tegas bagi setiap negara. Di sinilah pentingnya instrumen internasional bermain karena memiliki daya tekan kepada pemerintah untuk mengambil kebijakan demi kemaslahatan bersama.
Meningkatnya korban jiwa dalam kasus Covid-19 pada beberapa negara mengakibatkan pemerintah setempat harus mengambil tindakan radikal dan tegas. Italia, Prancis, dan Kanada adalah dari sekian negara yang mengeluarkan larangan masyarakatnya keluar rumah kecuali memiliki urusan penting yang harus disertai surat pernyataan.
Pemerintahnya pun mendesak masyarakat untuk membatasi segala kegiatan. Mereka yang keluar dengan izin pun harus menaati aturan seperti kewajiban menjaga jarak dengan antarmanusia minimal 1 meter sampai 2 meter. Bagi masyarakat yang melanggar aturan, akan dikenakan denda.
Hak Masyarakat Dilanggar?
Dengan dikeluarkan kebijakan membatasi ruang gerak masyarakat oleh pemerintah, hal ini berdampak kepada pembatasan hak-hak lainnya. Ketika pemerintah mengeluarkan larangan keluar dan mengurung diri di rumah masing-masing, bukan saja hak atas kebebasan tersebut yang terdampak secara langsung, tetapi juga berimbas terhadap hak memperoleh penghasilan.
Maka itu, Prancis dan Kanada mengambil langkah-langkah untuk tidak mengorbankan hak warga negaranya dengan cara tetap memberikan upah, jaminan kehidupan yang layak, dan negara tersebut pun membebaskan warganya membayar kontrakan rumah yang didiaminya. Dalam bidang kesehatan dan obat-obatan diambil alih oleh pemerintah. Hal ini dilakukan agar terjaminnya perlindungan masyarakat.
Indonesia harus belajar negara yang lebih dahulu terjangkit penyebaran virus. Pemerintah harus tegas dalam melalukan tindakan yang tetap mengindahkan hak-hak masyarakat. Apakah Indonesia mampu menciptakan keseimbangan antara larangan sebagai suatu kewajiban yang harus dipatuhi masyarakat dan dengan tetap memperhatikan hak-hak yang melekat dalam masyarakat.
Menahan Virus
Perlu kita kritisi bersama terkait kesiapan Indonesia. Pertama, Indonesia mengalami krisis rumah sakit. Contohnya, kita lihat perbandingan antara rumah sakit yang ada di Indonesia dan tenaga medis yang jauh dari standar. Kita dapat membandingkan dengan negara-negara yang memiliki perbandingannya jauh lebih baik serta lebih menjamin dalam bidang kesehatan.
Mari kita berkaca pada Jepang memiliki lebih dari 1.000 rumah sakit mental, general hospital 8.700 unit, comprehensive hospital 1.000 unit dengan kapasitas BOR 1,5 juta, 48 robi klinik gigi, dan 79 ribu pelayanan kesehatan yang dilengkapi fasilitas layanan rawat jalan dan rawat inap. Jika kita bandingkan dengan negara Indonesia, jumlah rumah sakit di seluruh Indonesia sebanyak 2.813 unit hingga akhir 2018. Jumlah tersebut terdiri atas 2.269 rumah sakit umum dan 544 rumah sakit khusus.
Padahal, kesehatan memiliki tujuan dapat merespons kebutuhan dan harapan yang dimiliki masyarakat dalam pemenuhan pelayanan kesehatan yang adil dan merata. Hal ini terancrum dalam UUD 1945, yang menegaskan bahwa “Setiap orang berhak hidup sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”, Pasal 28 H Angka (1) “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan bagi seluruh warga negaranya”.
Hal ini bisa menjadi suatu kritik untuk negara melakukan suatu tindakan atau membuat suatu terobosan agar penyebaran virus ini tidak semakin parah.
Kedua, pemerintah harus dapat mengerem lajunya informasi palsu. Hal ini dapat dilakukan dengan secara rutin memperbaharui informasi dan disebarkan ke seluruh pengguna ponsel. Berita palsu yang tidak benar dapat memperburuk keadaan.
Ketiga, pemerintah seakan-akan lambat dalam penanganan kasus ini. Hal ini bisa buktikan pemerintah tidak tegas dalam menyikapi aktivitas berdiam diri di rumah. Masyarakat tetap dapat keluar tanpa ada kepentingan yang memaksa. Pembatasan salat Jumat tidak diperhatikan mayoritas masyarakat. Tidak semua perguruan tinggi negeri mengeluarkan kebijakan yang sama.
Menteri Luar Negeri Indonesia pun pada tanggal 19 baru saja mengeluarkan pembatasan secara tegas keluar masuk manusia dari dan ke Indonesia. Tindakan tegas perlu dilakukan pemerintah dalam rangka memberikan jaminan kesehatan seluruh masyarakat Indonesia karena hukum tertinggi adalah perlindungan masyarakat.
Oleh karena itu, Indonesia harus sekuat tenaga mencegahlah dari sekarang sebelum terlambat. Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang memberikan kepastian.