Proses penanganan kasus pembuangan limbah medis secara sembarangan persis permainan badminton yang membosankan. Antarpihak, hanya sibuk saling tangkis lalu lempar. Baik rumah sakit, pemerintah daerah, maupun pengelola tempat pembuangan akhir (TPA) sampah saling klaim tidak bersalah dan cenderung balik menyalahkan.
Suasana seperti itu, bagi publik jelas membingungkan. Alih-alih menghadirkan solusi dan menyudahi kekeliruan yang terjadi, yang ada malah perjalanan kasus pembuangan sampah medis makin tidak jelas dan kian mengambang.
Rumah Sakit Urip Sumoharjo (RSUS), misalnya, pada 18 Februari tegas membantah tuduhan keterlibatannya atas penemuan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di TPA Bakung, Bandar Lampung. Namun tiga hari kemudian, mereka tiba-tiba berjanji tidak mengulangi pekerjaan sembrono itu lagi. Pernyataan itu sama saja dengan meralat pernyataan sebelumnya yang telanjur disampaikan secara gegap gempita.
Beberapa rumah sakit di Lampung juga menggocek keteledoran itu dengan melibatkan pihak ketiga. Mereka merasa bebas tanggung jawab, setelah melepas sampah berbahaya itu via jasa pengelola limbah.
Ketidakjelasan lainnya muncul dari Dinas Kesehatan Bandar Lampung yang cuma menyemprit tingkah rumah sakit itu melalui sanksi teguran. Beda tapi sama, juga dilakukan Dinas Lingkungan Hidup yang hanya menerbitkan surat peringatan.
Padahal, perkara limbah medis itu bukanlah persoalan ringan. Membuangnya secara sembarangan termasuk tindak kejahatan. Berbagai aturan pun sudah banyak diterbitkan. Yang paling khusus dan baru, Pemerintah Pusat sudah mewanti-wanti mengenai dampak sekaligus larangan membuang bahan-bahan sisa penanganan pasien Covid-19 di tempat pembuangan umum melalui Surat Edaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Limbah medis khusus pandemi semestinya ditangani secara kolektif demi menjamin pemutusan mata rantai penularan. Caranya adalah dengan menyediakan sarana dan prasarana yang terpisah dan tertutup dari limbah medis lainnya, terlebih sampah sisa rumah tangga.
Jalan ke tempat pembuangan harus dibuat tertutup dengan akses terbatas. Itu pun tidak cukup, lantaran tempat penampungan sementara limbah medis juga wajib diberi label khusus sehingga bisa dibedakan dari jenis sampah lainnya.
Di banyak negara, limbah medis sisa penangan pasien Covid-19 ini malah tidak diperbolehkan menumpuk terlalu lama. Pemusnahan harus dilakukan secara rutin dalam tempo sesingkat-singkatnya.
Kepolisian Daerah Lampung sudah mengeluarkan surat perintah tugas penyelidikan terhadap dugaan pembuangan sampah B3 ini. Tindakan tegas tanpa pandang bulu dan tanpa kompromi wajib ditegakkan demi menyetop kecerobohan yang telah dilakukan banyak pihak terkait. Ya, kesembronoan membuang limbah medis tidak sesuai dengan prosedur ini memang tidak cukup membidik pihak rumah sakit semata, akan tetapi pengelola TPA dan pemerintah daerah pun termasuk keliru karena teledor dalam melakukan pengawasan.
Mereka harus bertanggung jawab untuk segera menghentikan distribusi limbah. Pihak-pihak yang terbukti terlibat wajib diberi hukuman nyata, bukan sebatas sanksi administrasi. Berlakukan konsekuensi pidana sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3 berupa 1 tahun penjara dan denda hingga Rp5 miliar.
Upaya pencegahan penyebaran Covid-19 menjadi tanggung jawab bersama. Amat tidak elok jika masyarakat diimbau berulang mengurangi mobilitas, memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, dan menghindari kerumunan, tapi pihak rumah sakit justru membuang limbah yang sangat berpotensi jadi sumber penularan corona itu dengan gaya seenak mereka, lalu sembunyi tangan serasa tidak bersalah.