PEPATAH bijak mengatakan siapa yang menanam pasti akan menuai hasilnya. Hal ini pula yang terjadi pada sektor pertanian di Tanah Air. Sektor ini terbukti tetap mumpuni manakala kinerja sebagian besar sektor lainnya terpuruk di tengah pandemi covid-19.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sektor pertanian mengalami pertumbuhan amat menjanjikan. Pada kuartal III 2020, sektor ini tumbuh 2,15% secara tahunan (year on year). Pada kuartal IV 2020, sektor pertanian mampu mempertahankan performanya dengan tetap tumbuh 2,59 persen (yoy).
Karena itulah semua pihak harus tetap bekerja keras menjaga momentum sektor pertanian tetap tumbuh positif. Salah satunya adalah dengan menjaga stabilitas produksi di tingkat petani. Jangan sampai para petani di lapangan terhambat seperti halnya mengalami kesulitan pupuk manakala musim tanam tiba.
Karena itulah kita menyambut baik langkah Komisi II DPRD Provinsi Lampung mengadakan rapat dengan pendapat bersama Pemprov Lampung dan beberapa produsen perihal pendistribusian pupuk di Lampung. Sebab, legislatif menangkap adanya keluhan sejumlah petani di beberapa daerah di provinsi ini yang kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi.
Dalam forum itu terungkap alokasi pupuk bersubsidi dari Pemerintah Pusat untuk Lampung jauh lebih sedikit dibandingkan kebutuhan petani. Tahun ini, Lampung hanya mendapat 543.707 ton pupuk bersubsidi dari kebutuhan 1.457.561 ton. Jumlah itu hanya 37 persen dari kebutuhan pupuk petani. Meski demikian, Pemprov maupun produsen pupuk menjamin ketersediaan pupuk di Lampung aman bahkan untuk 1,5 bulan ke depan.
Karena itu Pemprov berencana mengajukan realokasi pupuk bersubsidi untuk wilayah Lampung. Seharusnya Lampung bisa mendapatkan tambahan kuota karena masih banyak petani yang membutuhkan pupuk bersubsidi. Terlebih Pemerintah Pusat menargetkan pertanian di Lampung menjadi lumbung pangan nasional. Program swasembada pangan ini harus ditopang dengan kemudahan petani mendapatkan pupuk.
Persoalan pupuk bersubsidi dapat membuat para petani terpuruk, apalagi bagi para petani kecil karena tidak mampu membeli pupuk nonsubsidi yang harganya jauh lebih tinggi. Para petani yang kesulitan pupuk akhirnya ala kadarnya memberikan pemupukan. Akibatnya tanaman yang ditanam akan mendapatkan hasil yang tak maksimal akibat kurangnya unsur hara atau nutrisi yang dibutuhkan bagi tanaman. Hal ini mengakibatkan hasil panen atau produksi tanaman petani akan menurun dan capaian target swasembada pangan hanya jadi isapan jempol semata.
Pemerintah harus mengambil langkah nyata dan serius untuk memperbaiki birokrasi dan skema pendistribusian pupuk bersubsidi mulai dari produsen pupuk hingga sampai ke tangan petani. Benang kusut alur di tangan distributor harus diurai sampai tuntas agar tidak ada lagi keterlambatan pengiriman pupuk yang menyulitkan para petani.
Dengan adanya Kartu Petani Berjaya, Pemprov Lampung semestinya bisa mengimplementasikan fungsi pengawalan program yang diperuntukkan para petani dengan menyediakan sarana dan prasarana atau komunikasi terintegrasi bagi para petani untuk melaporkan kondisi lapangan tentang ketersediaan pupuk pada suatu wilayah. Dengan demikian, pengadaan pupuk bersubsidi akan tepat jenis, tepat jumlah, tepat harga, tepat tempat, tepat waktu, dan tepat mutu.