Sartika Soesilowati
Akademisi Hubungan Internasional FISIP Uniair Surabaya
TIDAK bisa dimungkiri, pergantian pucuk pimpinan pemerintahan AS selalu dicermati masyarakat internasional karena dianggap akan mengubah tatanan internasional dan berpengaruh pada negara-negara di dunia. Hasil dari pemilu AS ini, dengan kemenangan Joseph Robinette Biden Jr atau Joe Biden, diharapkan masyarakat internasional dapat mengurangi kekisruhan dan melonggarkan kekhawatiran yang ditinggalkan sepak terjang pendahulunya, Donald Trump.
Pergantian ini juga diharapkan menempatkan posisi AS sebagai pemimpin dunia yang bisa mengayomi, mendorong, dan menciptakan stabilitas keamanan dunia dalam menghadapi berbagai ancaman global termasuk pandemi Covid- 19. Meskipun harus diakui, ini tidak memupus kekhawatiran sepenuhnya bahwa AS di bawah kepemimpinan Joe Biden akan tetap bertindak unilateral dan mementingkan kepentingan nasional AS di dunia seperti biasanya.
Masyarakat internasional, khususnya pihak-pihak yang berempati dengan hasil pemilu AS di masa yang tidak biasa, yaitu di masa pandemi ini, mencermati dengan intensitas tinggi terhadap hasil pemilu AS. Mereka yang tidak mendukung Trump untuk menjadi Presiden AS di masa kedua ialah yang sesungguhnya paling berharap perubahan terjadi. Mereka ini ialah kelompok yang marah, jengkel, kaget, dan geram dengan sepak terjang Trump yang dianggap merugikan.
Secara umum, bagi masyarakat internasional yang percaya dampak serius pandemi dengan persepsi kesehatan ialah kelompok yang sangat berharap Trump diganti. Bagi mereka, Trump ialah contoh sosok pemimpin dunia yang meremehkan penyakit ini dan tidak memberikan contoh benar dalam memerangi penyakit ini.
Pergantian oleh Joe Biden memberikan harapan, dapat menempatkan AS sebagai pemimpin dunia yang benar dalam memerangi pendemi ini. Perlakuan Trump, yang dianggap melecehkan perempuan, ialah salah satu yang membuat kelompok kesetaraan gender tidak menginginkan sosok Trump meneruskan menduduki jabatan Presiden AS kedua kalinya.
Sebaliknya, sosok Joe Biden dengan Wakil Presiden Kamala Harris yang berasal dari Partai Demokrat diharapkan dapat memperkuat kembali upaya pemenuhan kesetaraan gender di dunia yang diabaikan Trump.
Harapan terhadap Joe Biden juga bisa dikaitkan dengan upaya untuk meredam kelompok populis yang meruntuhkan sendi demokrasi dan pengakuan keberagaman masyarakat. Trump memberikan contoh penanganan yang tidak pro-HAM dalam menangani kasus rasial di AS. Sikap Trump tentang Israel yang dianggap tidak sensitif telah melukai harapan kaum muslim dan bangsa Palestina. Termasuk kelompok masyarakat internasional yang tidak menginginkan Trump naik ialah kelompok internasional yang telah terdampak atau dirugikan sikap Trump yang kontroversial, untuk membuktikan janjinya “Make American Great Again”.
AS di bawah Trump lebih isolationist, meninggalkan dan mengabaikan perjanjian multilateral tentang lingkungan, PBB, dan WHO. Deretan kelompok negara yang berharap akan bisa menghilangkan kepanikan dan kebingungan di sini ialah termasuk negara-negara yang terdampak akibat sikap AS yang sepihak, kontroversial, dan sembrono dalam merespons meningkatnya reputasi dan naiknya dominasi Tiongkok khususnya ekonomi di dunia.
Alih-alih menggunakan cara diplomatis dan elegan dalam menangani pamor Tiongkok, AS secara vulgar dan frontal menghukum Tiongkok. Intensitas tekanan semakin dirasakan negara-negara khususnya di Asia Pasifik terkait dengan perseteruan geopolitik dan strategis di kawasan ini oleh sikap AS di bawah Trump.
Tindakan Tiongkok yang secara sengaja menciptakan instabilitas di kawasan Laut Tiongkok Selatan direspons dengan sikap ketidakpastian AS dalam melindunginya terhadap sekutunya di Asia Pasifik. Di bawah kepemimpinan Presiden AS yang baru, Joe Biden, masyarakat internasional berharap AS merespons aksi Tiongkok dengan tidak menciptakan instabilitas yang tidak perlu di kawasan ini.
Menurunnya Hegemoni AS
Namun, tampaknya euforia harapan dan kelegaan bahwa dunia akan berubah lebih aman, adil, dan jauh dari sikap arogan yang selama ini dirasakan masyarakat internasional terhadap kepemimpinan AS di bawah Trump perlu diragukan. Sebetulnya, siapa yang menang baik Trump maupun Joe Biden tidak menjanjikan secara pasti, bahwa dunia akan lebih aman, terbebas dari ancaman terorisme, perang sipil seperti Suriah, ataupun konflik antara Israel dan negara di kawasan Timur Tengah mereda.
Juga mustahil untuk berharap bahwa kemenangan Joe Biden akan menjadikan keberpihakan AS terhadap penataan lingkungan yang lebih sustainable dan meredam pemanasan global bisa ditangani dalam waktu dekat. Satu hal yang mendasar, yang menyebabkan AS di bawah Joe Biden tidak banyak berubah ialah terkait dengan kritikal kondisi hegemoni AS di dunia.
AS saat ini memang membutuhkan untuk kembali mengukuhkan hegemoni AS di dunia yang sudah selama satu dekade ini menurun dan saat ini semakin kentara. Berbagai faktor eksternal, seperti naiknya pamor Tiongkok, terutama dalam hal ekonomi, dianggap telah melemahkan AS. Pemerintahan Joe Biden pada prinsipnya tetap akan bersikap melindungi kepentingan AS yang utama. Negara ini akan tetap bersikap tegas dan menyerang, mencoba menurunkan pengaruh Tiongkok yang sudah telanjur meluas.
Perbedaannya mungkin hanya di gaya diplomatik di awal saja. Secara prinsip, tidak berbeda dengan kebijakan yang sudah diambil Trump. Dunia, khususnya Asia Pasifik termasuk Indonesia, akan tetap khawatir dengan kondisi yang tidak pasti, terkait dengan perseteruan kedua kekuatan dunia tersebut.
Berikutnya, pemerintah Joe Biden juga akan berupaya untuk menaikkan hegemoni AS yang sangat berkurang drastis karena kebijakan luar negeri AS di bawah Trump yang tidak perhatian terhadap HAM dan demokrasi. Pandangan konvensional beranggapan kemenangan Partai Demokrat akan berpengaruh berbeda jika dibandingkan bila yang menang ialah dari Partai Republik.
Tidak berlebihan untuk mengaitkan kedigdayaan AS sebagai superpower tercabik dengan ketidakmampuannya mengatasi sekaligus menjadi contoh dalam mengatasi bencana ini. Dunia harus mengakui Tiongkok lebih berhasil mengatasi pandemi ini di dalam negerinya.
Joe Biden, sesuai dengan janjinya akan berupaya untuk mengatasi bencana ini. Namun, dalam kenyataan ini tidak mudah karena bencana ini telah melanda AS dan menjadikan AS sebagai salah satu negara maju yang buruk dalam mengatasi korona virus ini.
Collateral damage yang terjadi akibat penanganan yang salah dan tidak strategis akan mempersulit Joe Biden untuk memperbaiki. Masyarakat internasional telah melihat kenyataan ini. Dunia tampaknya tidak akan mudah untuk bersikap normal, lega, dan tidak khawatir dalam menghadapi masa yang tidak pasti ini, meski presiden baru AS Joe Biden dan wakilnya, Kamala Harris, telah terpilih untuk memimpin AS dan dunia.