KEKERASAN seksual terhadap anak adalah kejahatan yang paling keji. Trauma, gangguan tumbuh kembang, hingga rasa malu akan membayangi korban hingga dewasa. Kejahatan itu meninggalkan luka mendalam yang sulit sembuh.
Sebut saja NF (14) yang menjadi korban kekerasan seksual oknum Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lampung Timur, Dian Ansori. NF yang seharusnya mendapat pendampingan, justru kembali menjadi objek kekerasan seksual.
Keluar dari mulut harimau, masuk ke mulut buaya. Dian Ansori kemudian menjadikan NF pekerja seks dan mengeruk keuntungan materi darinya. Petugas rehabilitasi itu ternyata predator buas yang punya seribu satu cara mengeksploitasi anak habis-habisan.
Data dari Rumah Perempuan dan Anak Lampung menyebutkan selama JanuariāNovember 2020 terdapat 300 kasus kekerasan pada anak. Untuk tingkat nasional, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak merilis ada 4.116 kasus kekerasan anak di Indonesia sejak Januariā31 Juli 2020. Angka korban kekerasan meningkat signifikan dibanding tahun sebelumnya.
Data itu adalah alarm yang menandakan kegentingan. Ada ribuan anak yang terancam. Oleh sebab itu, sudah tepatlah Presiden Joko Widodo meneken Perppu Nomor:1/2016 tentang Perubahan Kedua UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Payung hukum itu mengatur pemberatan pidana tambahan dan tindakan lain bagi pelaku kekerasan anak dan pencabulan. Pidana tambahan tersebut di antaranya pengumuman identitas pelaku dan tindakan kebiri kimia.
Penambahan itu menjadi ruang bagi hakim untuk memberi hukuman seberat-beratnya untuk menimbulkan efek jera pada pelaku. Tiga srikandi Pengadilan Negeri Sukadana, Lampung Timur, yakni Etik Purwaningsih, Ratna Widianing Putri, dan Liswerny Rengsina Debataraja, memanfaatkan ruang tersebut secara optimal. Majelis Hakim menjatuhkan vonis penjara 20 tahun kepada Dian Ansori serta kebiri kimia, didenda Rp800 juta, danĀ harus membayar restitusi Rp7 juta terhadap korban.
Memang, efek kebiri kimia bersifat temporer, berbeda dengan kebiri fisik yang permanen. Meskipun belum ada yang bisa mengukur efektivitasnya bagi pelaku, hukuman maksimal itu menjadi babak baru bagi para predator. Hukuman itu sekaligus menjadi pertanda jelas bahwa genderang perang melawan predator anak di Lampung mulai ditabuh. Hukum positif di negara ini berupaya kuat melindungi kehidupan generasi penerus bangsa.
Kejahatan luar biasa haruslah ditangani secara luar biasa pula. Penegakan hukum harus tegas demi mencegah kasus berulang. Vonis perdana kebiri kimia oleh tiga srikandi PN Sukadana untuk Dian Ansori mencetak sejarah. Perang negara terhadap predator anak, khususnya di Lampung, telah nyata. Hukuman terberat harus menjadi ganjaran atas kejahatan yang paling keji. Karena perlindungan hak asasi anak haruslah paripurna.