D Widodo
Wartawan Lampung Post
DEWASA ini pariwisata menjadi salah satu lokomotif dalam pembangunan nasional. Pemerintah menetapkan lima Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) superprioritas, yakni Danau Toba, Borobudur, Manado-Likupang-Bitung, Mandalika, dan Labuan Bajo. Pengembangan kawasan lima KSPN superprioritas itu diharapkan mampu mengundang wistawan asing dan domestik.
Meskipun tidak termasuk KSPN, pengembangan wisata di Lampung dalam satu dekade terakhir sangat agresif. Sejumlah destinasi wisata baru bermunculan, baik di pesisir maupun di kawasan pegunungan. Untuk kawasan pesisir, pembangunan wisata juga mulai bergeser ke pulau-pulau kecil di teluk Lampung. Animo masyarakat pun sangat tinggi.
Setiap libur akhir pekan, terlebih pada musim libur panjang, destinasi wisata di Lampung diserbu pengunjung. Bukan hanya dari masyarakat Lampung, melainkan juga kota-kota lain, seperti Bandung, Bogor, Jakarta, Palembang, Bengkulu, dan Jambi. Jalan raya menuju kawasan tersebut pun menjadi langganan kemacetan.
Banjir wisatawan itu jelas menggerakkan industri wisata berikut unit-unit ekonomi yang berada di dalamnya, semisal, pemilik kios pakaian dan warung makanan. Kemudian, pemilik perahu, pengusaha penganan ringan, hingga pemasok makanan dan minuman siap saji.
Masyarakat sekitar juga mendapatkan berkah, yakni bisa bekerja di kawasan destinasi wisata. Dari aspek ekonomi, jelas semua orang sudah memahami betapa industri pariwisata saat ini menjadi lokomotif baru kemajuan daerah.
Adapun dari aspek lingkungan hidup maraknya destinasi wisata baru yang diikuti dengan banjir wisatawan harus dicermati sejak dini. Khusus untuk kawasan pesisir Lampung, persoalan utama adalah munculnya berbagai jenis sampah, khususnya sampah plastik.
Berenang di laut memang menyenangkan. Namun, ada yang kurang pas ketika menjejakkan kaki ternyata dasar pantai berupa tumpukan sampah plastik. Bukan pasir laut yang lembut. Plastik menjadi ancaman nyata pengembangan wisata pesisir Lampung.
Sampah plastik tidak hanya menjadi persoalan wisata di Lampung. Di Pantai Kuta, Bali, sampah plastik sudah dalam taraf sangat mengganggu wisatawan. Diperkirakan setiap hari sekitar 200 ton sampah plastik bercampur potongan kayu mengotori kawasan pesisir.
Sampah-sampah tersebut memang tidak semua diproduksi di Bali, tetapi sampah kiriman dari daerah lain. Namun, entah dari mana pun asalnya, munculnya ratusan ton sampah setiap hari jelas mengganggu wisatawan.
Jadi, untuk mencegah polusi sampah di Lampung, hendaknya mulai sekarang seluruh pemangku kepentingan segera membahas persoalan ini. Di Lampung, mungkin hanya sedikit sampah kiriman dari luar daerah, tetapi tetaplah jangan lengah. Sebab, kehadiran ribuan wisatawan pada gilirannya akan menimbulkan dampak lingkungan. Lampung harus sejak dini mencegah munculnya plastik agar tidak merusak industri pariwisata.