OPERASI tangkap tangan (OTT) terhadap oknum ASN yang melakukan pungli kembali dilakukan aparat kepolisian yang melibatkan seorang kepala bidang di DPMPTSP Provinsi Lampung, Nirwan Yustian, dan stafnya, Edi Efendi, pada Selasa (29/9). Dari tangan keduanya, polisi menyita berkas surat izin pemanfaatan air tanah, ponsel, dan uang senilai Rp25 juta.
Sebelumnya, pada Oktober 2019, Polda Lampung juga melakukan OTT terhadap dua auditor Inspektorat Lampung berinisial MM dan ED yang melakukan pemerasan Rp11 juta kepada ASN Dinas Perindustrian Lampung.
OTT juga dilakukan Kejati Lampung terhadap oknum ASN di Kesbangpol Lampung pada Agustus 2019. Polda Lampung juga melakukan OTT terhadap oknum ASN di Inspektorat Kabupaten Lamtim pada Juli 2020. Namun, hingga kini tiga kasus OTT tersebut tidak juga kunjung melaju ke tahap persidangan. Bahkan, perkara OTT yang dilakukan Kejati Lampung justru menguap di tangan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
Kasus yang menjerat oknum ASN ini sudah tidak bisa lagi ditangani APIP seperti klaim beberapa pihak. Selayaknya, peristiwa ini diusut tuntas ke ranah pidana untuk memberikan efek jera terhadap petugas pelayanan perizinan di Sai Bumi Ruwa Jurai.
Beragamnya tersangka pada peristiwa ini membuktikan fenomena gunung es kasus korupsi di Lampung benar adanya. Pelaku pungli bukan saja seorang pegawai yang berada di jasa pelayanan perizinan, melainkan juga seorang auditor di Inspektorat yang justru berkewajiban untuk memantau adanya praktik culas tersebut di dinas-dinas pelayanan publik.
Padahal, Presiden Jokowi telah mengesahkan PP No 24 Tahun 2019 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi di Daerah pada 2 April 2019. Peraturan itu muncul untuk menjawab keresahan Presiden atas hambatan investasi yang masih tinggi, terutama di daerah. Jokowi pernah dengan tegas mengungkapkan keresahannya atas banyaknya perda yang terlalu banyak dan berbelit-belit.
Dengan adanya aturan baru, pemerintah daerah jadi punya batasan yang lebih luas untuk memberikan insentif dan kemudahan kepada investor, terutama pada usaha mikro, kecil, dan koperasi. Namun, kemudahan yang diberikan pemerintah ini justru dimanfaatkan sebagian oknum ASN untuk memperoleh cuan dari selembar surat perizinan yang dibutuhkan para pemohon.
Kita harus mengapresiasi langkah aparat penegak hukum yang telah menangkap pelaku pungli perizinan. Akan tetapi, OTT jangan hanya dijadikan alat pencitraan bahwa aparat sudah bekerja. OTT perkara-perkara itu jangan sampai menguap, harus sampai di tahap persidangan. Oknum ASN yang telah melanggar hukum tersebut harus diberikan ganjaran hukuman pidana yang setimpal.
Kepala daerah di Sai Bumi Ruwa Jurai harus memperkuat pengawasan satker pemberian perizinan di wilayahnya masing-masing. Jangan sampai bola panas suap perizinan ini malah justru melibatkan kepala daerah.