FENOMENA bahasa yang terjadi di kalangan masyarakat saat ini memang beragam, faktor ini dikarenakan bahasa mempunyai sifat yang dinamis, yaitu dapat mengalami perubahan untuk menyesuaikan keadaan dan perkembangan zaman. Menurut Jack Ricard, bahasa ialah sistem komunikasi manusia dari struktur penyusunan bunyi dengan membawa ekspresi kepada unit yang lebih besar yaitu makna (Yendra, 2018).
Munculnya istilah baru dipengaruhi oleh lingkungan sosial masyarakat. Semua kalangan masyarakat, terutama anak milenial tidak asing mendengar tarik sis, semongko. Saat ini kata “tarik sis, semongko” menjadi bahasa yang sering dipakai oleh kalangan mana pun.
Dilihat dari sudut pandang semantik, fenomena ini dikenal dengan sebutan perubahan arti. Jargon tarik sis, semongko terkesan lucu dan menarik. Jargon ini muncul sekitar tahun 2005—2006, kemudian menjadi tren di 2020.
Jargon ini muncul pertama kali di daerah Banyuwangi dalam acara musik. Dalam acara musik tersebut, lagu Bunga di-cover oleh artis lokal asal Banyuwangi bernama Anggun Pramudita yang berduet dengan pewara (MC) bernama Ridho Soleh dan diiringi musik dangdut koplo.
Di tengah pertunjukan terjadi kericuhan. Lantaran hal yang tersebut, Ridho dan grup musik AA Jaya mulai kehilangan semangat.
Untuk membangkitkan kembali semangat bermusik yang sempat kendor, Ridho mengingat irama pukulan kendang musik koplo zaman dahulu dengan lagu Karmila oleh grup musik OM Sera. Kemudian keluarlah ucapan tarik sis, semongko.
Istilah tarik sis, semongko bila dipahami sesuai arti per kata menyatakan kata menghela untuk mendekat atau naik ke atas dengan menggunakan kata tarik yang ditujukan kepada seorang perempuan sebaya. Istilah semongko tidak ditemukan dalam KBBI. Semongko merupakan singkatan dari semangato sampai bongko, artinya semangat sampai mati. Semongko juga pelesetan dari kata sumonggo (bahasa Jawa) artinya silakan.
Namun, penggunaan dan pemahaman bahasa tidak tertinggal dari konteks, yaitu melihat situasi dan kondisi dalam suatu penggunaan bahasa yang dapat diterima atau dimengerti oleh masyarakat.
Dalam konteksnya, kata tarik sis, semongko dapat disebut sebagai eufemisme, yaitu bentuk ungkapan pengganti yang digunakan untuk memperhalus efek dari ungkapan lain yang dirasa lebih kasar atau kurang berkenan (Subuki, 2011). Misalnya, kita melihat orang lain yang malas-malasan, tidak semangat akan muncul ucapan, “Malas banget sih, lo!” atau bahkan ucapan yang lebih tidak berkenan untuk didengar. Maka dari itu, penyebutan istilah tarik sis, semongko dipakai sebagai penghalus bahasa atau kata yang dirasa menyinggung hati orang lain dan menimbulkan konflik.
Selanjutnya, pada jargon ini terdapat kata “sis” sebagai panggilan untuk teman/kawan sebaya perempuan. Penyebutan tarik sis, semongko tidak hanya ditunjukkan perempuan, tetapi juga kalangan laki-laki sering menggunakan penyebutan ini untuk hal yang sama pada penjabaran yang sudah disebutkan di atas. Hal ini termasuk perubahan arti, tetapi pada satu lingkup, yaitu pada penyebutan istilah tarik sis, semongko saja. Pada hakikatnya, kata sis masih dalam posisi untuk penyebutan kawan perempuan sebaya.