DESA cerdas atau smart village menjadi salah satu model pembangunan di pelosok menggunakan daya dukung teknologi informasi dan komunikasi. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi meramu optimalisasi infrastruktur jaringan internet ke pelosok untuk mendukung hal ini.
Terlebih, UU No 6/2014 tentang Desa. Pada bagian ke dua Pasal 83 mengamanahkan pembangunan kawasan perdesaan salah satunya menggunakan teknologi tepat guna dengan peningkatan akses layanan kegiatan ekonomi. Sudah saatnya kemajuan teknologi termasuk jaringan internet menjamah hingga pelosok desa.
Di Lampung, smart village dijadikan mesin pendorong untuk program pembangunan sesuai visi dan misi Gubernur-Wakil Gubernur, yakni Lampung Berjaya. Dengan luas daerah 34.623,80 kilometer persegi dan penduduk 9 jutaan jiwa, Lampung memiliki 2.435 desa yang tersebar 13 kabupaten.
Pemprov pun mengklaim pada 2020 telah menerapkan smart village di 30 desa dan pada 2021 disiapkan 650 desa menjadi program desa cerdas. Dengan demikian, sudah ada puluhan desa yang secara infrastruktur dan akses teknologi informasi dan komunikasi telah mantap. Dengan demikian, sudah bisa memanfaatkan teknologi untuk peningkatan perekonomian dan layanan pemerintahan.
Empat desa menjadi prototipe smart village, yaitu Desa Hanura, Kecamatan Telukpandan, Kabupaten Pesawaran; Desa Podomoro, Kecamatan Pringsewu, Kabupaten Pringsewu; Desa Sribhawono, Kecamatan Bandarsribhawono, Lampung Timur; dan Desa Cintamulya, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lampung Selatan.
Harapannya smart village menghasilkan Lampung satu data dan meningkatkan kepercayaan masyarakat agar turut berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Pemprov Lampung pun dapat segera dan mudah menentukan kebijakan berdasar pada data yang telah terintegrasi antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
Perlu diingat, uji ketangguhan dalam bidang teknologi informasi sudah dilakukan di Lampung, yakni saat pemilihan kepala daerah 2020. Ternyata teknologi Komisi Pemilihan umum (KPU) melalui Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) masih mengalami kendala, mulai dari kemampuan sumber daya manusia (SDM) sampai banyaknya data blankspot.
Memang pelaksanaan pilkada hanya di delapan kabupaten/kota. Namun, ini mencerminkan kondisi akses internet dan teknologi di Lampung belumlah merata. Data Bawaslu Lampung menyatakan 104 wilayah baik kecamatan, kelurahan, maupun desa di delapan kabupaten/kota itu masih terdapat titik blankspot (minim sinyal). Bahkan, di Bandar Lampung terdapat enam kecamatan yang teridentifikasi mengalami minim sinyal.
Jika Bandar lampung sebagai ibu kota provinsi masih ada daerah blankspot, besar kemungkinan kabupaten lainnya yang jauh dari ibu kota makin banyak wilayah blankspot-nya. Tentu ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dalam pengadaan akses sinyal ini sampai ke pelosok, terutama bagai 650 desa yang bakal menjalankan smart village.
Masalahnya tidak selesai sampai di situ, setelah merata sinyal internet di 2.435 desa se-Lampung, perlu ada peningkatan kapasitas aparat desa dan masyarakat dalam penggunaan teknologi itu sehingga teknologi tersebut dapat benar-benar tepat dan berguna.
Jangan sampai program pembangunan yang tentu diharapkan dapat meratakan pembangunan hingga pelosok jadi sia-sia. Atau justru jadi bancakan oknum tidak bertanggung jawab. Akibat kurangnya upaya sosialisasi dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia di desa. Ujungnya ketangguhan desa cerdas yang menjadi tujuan, justru membuat jaring perangkap korupsi.