TERJANGKIT virus corona yang mana mengharuskan pasiennya karantina atau isolasi di suatu tempat memang dianjurkan para ahli untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Namun di satu sisi kondisi semacam terkurung tersebut membuat pasien menderita secara psikis lantaran merasakan kesepian dan merasa terbuang akibat tidak banyak berinteraksi dengan banyak orang.
Hal ini dirasakan Juno, penyintas Covid-19 eks pasien Wisma Atlet. Dia ditempatkan di dalam sebuah unit Wisma Atlet. Unitnya berisi dua kamar tidur, ruang tamu, dapur, dan kamar mandi.
Di unit tersebut, dia tinggal bersama pasien lain yang tinggal di kamar tidur kedua. Namun dalam beberapa hari pasien seunitnya ini dinyatakan negatif sehingga ia kemudian tinggal sendiri.
“Saya sendirian, kondisinya sepi meskipun memang ada 50 pasien dalam satu lantai. Kami (bersama pasien lainnya) bertemu hanya waktu tertentu,” kata Juno saat webinar bersama Gerakan Izinkan Dirimu, Sabtu (26/9) malam.
Ia mengatakan saat itu dirinya hanya bisa bertemu keluarganya via video call. Bahkan, keponakannya yang baru lahir menjadi salah satu penyemangat dirinya untuk terus melawan virus di dalam dirinya.
Tak hanya itu, Juno menuturkan para pasien dan perawat membuat grup percakapan WhatsApp untuk saling berkomunikasi. Juno mengatakan mereka saling memberikan semangat dan bercanda.
Ia juga mengatakan untuk tidak stres, dirinya melakukan hal yang membuatnya senang untuk melupakan sejenak kerisauannya terhadap virus corona.
“Kami masih bisa belanja, pesan makanan secara online juga. Belanja ini memang membuat saya senang, bahkan cari-cari barang di ecommerce pun bisa melupakan bahwa saya terpapar,” katanya.
Merasa kesepian dan terbuang pun dialami ibu dari Amalia Paravoti, Spsi, seorang caregiver pasien Covid-19. Amalia tak memungkiri ibunya mengalami hal tersebut lantaran tinggal sendiri saat di rumah sakit bahkan saat isolasi mandiri di rumah.
Ia mengatakan kesepian yang dilanda orang yang ia sayang merupakan tanggung jawabnya sehingga sebisa mungkn ia memberikan perhatian dan kabar kepada ibunya.
“Di situ merasa sangat bersalah jika saya tidak melakukan apa-apa,” katanya.
“Ibu saya kan berbeda ya dari generasi sekarang yang sudah mainan media sosial. Ibu saya hanya WhatsApp jadi biasanya saya video call,” ujar Amalia.
Bahkan, demi membuat ibunya tak merasa bosan karena kesepian, Amelia membekali ibunya modem dengan kuota berlebih sehingga ibunya dengan bebas bisa mengakses YouTube sebagai hiburan sehari-hari. (MI/S1)