Oleh CAM
USAI melihat almanak yang tergantung di dinding, wajah Didi tampak semringah dengan senyum mengembang. Ia berlari menemui ibunya yang berada di dapur.
“Ibu, sebentar lagi kita bisa nonton barongsai melompat-lompat dari satu tiang ke tiang lain ya, kan sebentar lagi Imlek, Bu,” kata Didi.
Didi terbayang tahun lalu, ia bersama ayah dan ibunya menyaksikan atraksi barongsai di depan kelenteng yang hanya berjarak satu kilometer dari rumahnya itu. Saat itu dirinya sudah lebih berani untuk melihat dari dekat, bahkan memegang kepala barongsai yang lucu. Ternyata isinya dua kakak-kakak yang berpeluh di dahinya. Wajar jika keringat mengucur, karena saat bermain petak umpet bersama teman saja baju Didi basah oleh keringat, apalagi ini si kakak dalam baju barongsai loncat ke sana kemari dari satu tiang titian ke tiang lainnya. Wah hebatlah pikir Didi.
Ibu yang sedang mengupas bawang tidak langsung menjawab pertanyaan Didi yang tampaknya masih mengenang pengalamannya tahun lalu itu sambil tersenyum-senyum.
Karena tidak mendapatkan jawaban dari ibunya, Didi kembali bertanya. “Ibu…Ibu, ya kan Bu kita nanti nonton barongsai lagi,” ucapnya sambil menggoyangkan tangan ibunya.
Ibu tersenyum. “Kamu sudah tidak takut lagi kan dengan barongsai?” tanya ibunya.
Spontan dijawab, “Ya tidaklah Bu, itu kan kakak-kakak yang ada di dalam jubah barongsai. Aku saja ada foto bareng barongsai kok, selesai mereka beratraksi,” ungkap Didi dengan bangga.
Lalu dengan lembut ibu melanjutkan. “Sepertinya tahun ini tidak ada atraksi barongsai dalam perayaan Imlek loh Nak, kan masih ada virus corona, jadi kita tidak boleh berkumpul ramai-ramai atau berkerumun.”
Berkerumun menyebabkan virus lebih mudah menyebar dari satu oran ke orang lain di sekitarnya, karena virus ini tidak terlihat tapi mudah menular, lanjut Ibu.
Nah, karena barongsai selalu menjadi perhatian masyarakat untuk menyaksikan atraksi kesenian dan olahraga itu, makanya tahun ini ditiadakan pertunjukannya. Kita berdoa saja supaya virus corona segera pergi, lanjut ibu.
Senyum di wajah Didi langsung hilang. Tampak raut kecewa. Namun Didi juga paham soal virus yang disebutkan ibunya, karenanya ia tidak belajar di sekolah tetapi belajar dari rumah. Ibu pun tak berbelanja ke pasar, tapi ada yang mengantarkan sayur ke rumah. Kata ibu belanja sayur pakai jasa kurir supaya menghindari kerumunan. Dan ayah pun hanya tiga kali dalam sepekan ke kantor, selebihnya kerja di rumah lewat laptop.
“Iya ya Bu, semoga corona segera hilanglah, dan kita sehat semua, supaya bisa sekolah lagi, main di taman bareng teman, dan bisa nonton barongsai lagi tahun depan,” ucap Didi.
“Amin…,” jawab ibu sambil merengkuh Didi.*